Antara Ghibah dan Dusta
dakwatuna.com - Ghibah dan dusta merupakan dua hal,
yang hampir-hampir menjadi fenomena dalam lingkup kehidupan manusia.
Seringkali, di manapun manusia berkumpul dan berbicara, tidak luput dari
dua hal ini, atau minimal dengan salah satunya. Jika kita perhatikan di
kantor, di pasar, di rumah, di kantin atau di manapun juga, baik
laki-laki maupun perempuan, senantiasa minimal ghibah (baca;
membicarakan orang lain) menjadi tema sentral pembicaraan mereka.
Padahal, Allah SWT memerintahkan kepada setiap insan untuk
berkomunikasi dan berbicara dengan baik. Dalam salah satu ayatnya Allah
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا* يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا*
Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar (baik), niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar.
Ayat di atas menggambarkan kepada kita,
adanya korelasi yang kuat antara keimanan (baca; ketakwaan) dengan
perkataan yang baik. Seseorang yang memiliki keimanan yang baik, insya
Allah secara otomatis akan berkomunikasi dan bertutur kata yang baik.
Sementara ghibah apalagi dusta termasuk dalam kategori perkataan yang
tidak baik. Bahkan dusta masuk dalam kategori dosa-dosa besar.