Logika awal, Islam-Tauhid-Pembebasan = Acuan Kebenaran
Tauhid melahirkan sifat dinamis > dinamisasi pola pikir, sikap, dan tingkah laku > tauhid yang dinamis-pola pikir aktif-sikap positif-tingkah laku kreatif inovatif.
Pola pikir aktif mampu mewujudkan tata nilai (pranata sosial) yang adaptif, kemudian kondisi yang adaptif akan melahirkan kebudayaan maju serta tercipta sebuah peradaban berkembang dengan kondisi masyarakat yang berdaya saing tinggi. Pada dasarnya Islam merupakan agama sekaligus acuan komponen keumatan yang kompleks dalam upaya mengarahkan suatu tatanan masyarakat progressif-modern. Modernisasi tak selamanya harus identik dengan barat, sistem, beserta paham-pahamnya. Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah kebenaran terbukti mampu menorehkan tinta emasnya sebagai tokoh revolusioner umat manusia sepanjang jaman, dari model sistem sosial ortodoks Jahiliyah.
hingga pada akhirnya Beliau mampu menggiring umat manusia berada pada jaman keemasan dengan segala kemakmuran dan keberagamannya. Masyarakat makmur dan beragam inilah yang disebut dengan kondisi majemuk-kontemporer.
Catatan historis mengatakan bahwa Rosululloh dalam akhir hijrahnya dari Mekah ke Madinah mampu membentuk kondisi majemuk-kontemporer tersebut dengan menerapkan pemeliharaan bagi kaum-kaum non muslim (Yahudi,Nasrani,Majusi,dll).
Dalam banyak literatur menyebutkan, kondisi masyarakat yang telah disebutkan di atas tidak membuat kondisi chaos, malahan masyarakat merasa termakmurkan dengan kebijakan yang diputuskan oleh Nabi. Hal ini membuktikan bahwa Islam tak cukup jika disebut dengan agama yang menitik beratkan pada urusan-urusan ritualitas belaka, Islam dengan tokoh sentral Muhammad SAW dan para Nabi-nabi terdahulu menjunjung tinggi penuh nilai-nilai kemasyarakatan, kemanusiaan, dan keadilan. Nilai kemanusiaan dan keadilan inilah yang kemudian menjadikan tolak ukur sebagai sebuah kemajuan peradaban manusia.
Islam dengan tema besar pengESAan Tuhan secara langsung akan mengendalikan tabiat manusia dari segala perilaku yang menyimpang. Perilaku-perilaku negatif tersebut yang diinterpretasikan dengan perbuatan maksiat yang di dalamnya termasuk musyrik, syirik, judi, zina, rampok, mencuri, dan hal-hal negatif lainnya. Cara berpikir umat manusia dengan landasan bahwa Tuhan itu Esa tentunya nampu memberikan dampak positif secara langsung terhadap kerangka berpikir dan bersikap itu sendiri, berkenaan dengan itu semua Islam menegaskan akan pengingkaran manusia terhadap kecenderungan-kecenderungan hati manusia yang sifatnya membelenggu. Melepaskan dari segala bentuk belenggu inilah yang kemudian memberikan corak berpikir dan bersikap manusia yang progressif dan dinamis.
Logika berikutnya mengasumsikan bahwa dalam sebuah tatanan masyarakat dipenuhi oleh orang-orang yang bertipikal seperti di atas, maka sampai kapanpun gambaran kondisi masyarakat tersebut akan terus berkembang dengan arus perubahan yang signifikan. Refleksi historis Islam mengemukakan bahwa pada hakekatnya Islam turun dengan nuansa dan setting sosial yang berlaku pada waktu dan jamannya. Sebut saja Nabi-nabi terdahulu kita dengan membawa misi Islamisasi pada kurun waktunya masing-masing. Nabi Ibrahim AS membawa misi Islamisasi pada saat Raja Namrud mulai menghegemoni umat manusia, pun dengan Nabi Musa AS mampu melepaskan jeratan tirani yang ditebarkan oleh Raja Fir’aun pada waktu itu. Pada intinya ketauhidan (pengESAan Tuhan) itulah yang sejak dulu hingga sekarang harus senantiasa diinternalisasi oleh umat manusia demi terciptanya kondisi masyarakat yang makmur, adil, dan berkembang.
Ada benarnya apa yang disebutkan oleh Nurcholish Madjid dalam berbagai tulisannya yang mengatakan bahwa Islam adalah sumber dan acuan kemajuan, modernisasi umat hari ini, yang diperkuat dalam kisah-kisah historis masa lampau. Peradaban Modern barat hari ini pada dasarnya adalah peradaban Islam yang dititipkan di Barat melalui segala bentuk temuan-temuan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Rasionalisasi tepatnya jika Islam merupakan sebuah dasar tata nilai sosial Rahmat untuk seluruh alam maka segala bentuk kemajuan yang mendedikasikan untuk kebermanfaatan manusia di muka bumi, maka hal inilah yang menjadi representasi nilai-nilai kerahmatan tersebut. Terlepas dari mana asalnya, siapa, dan apa motifnya, Al Qur’an dalam surat Ar Ra’ad ayat 11 termaktub “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sebuah kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Ayat ini dengan jelas menuntut segala potensi yang kita miliki untuk melakukan perubahan, jika kita telah bergerak maka Allah pun akan membantu perubahan itu. Prinsip awal sebagai umat muslim harusnya tetap berdasar komitmen bahwa kemajuan peradaban manusia akan terus terjadi dengan segala kosekuensi dan akibat-akibat yang akan muncul. Akan tetapi, segala bentuk resiko yang sifatnya tidak sesuai dengn prinsip-prinsip Islam sudah seharusnyalah kita mampu untuk menyaring secara selektif. Yang terpenting dalam menebarkan nilai-nilai kerahmatan tersebut umat muslim harus berpedoman akan implementasi dasar ajaran yakni persaudaraan universal, keadilan sosial, keberadapan, egaliter, dan demokratis tanpa ada pembedaan-pembedaan tertentu.
Posting Lebih Baru Posting Lama